Melawan Arus

Melawan Arus


Namanya Agam, Umurnya masih belasan tahun. Anak laki-laki baik dan santun dan selalu mendengarkan pituah orang tuanya di setiap waktu dan kesempatan, bagi Agam, Pituah orang tua adalah seperti pedoman hidup yang nantinya harus dia pegang erat dan jalani nanti setelah dewasa. Lahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Agam selalu bercita-cita menjadi seorang ulama "urang siak". Sejak usia sanat muda sekali, Agam selalu didendangkan tentang betapa hebatnya urang siak itu. Urang siak itu selalu didengarkan banyak orang, menjadi suluh penerang dalam nagari, tempat bertanya agama bagi siapa saja yang ada di kampung. Agam selalu mengimpikan hidupnya seperti itu dan membayangkan dia akan menjadi urang siak.

Nak, "begitulah kalau urang siak, apa saja kata-katanya didengarkan orang", kata Ama dalam percakapan siang hari sambil santai-santai di ruang tamu.
"makanya Kamu kalau bisa menjadi Urang Siak, bisa menjadi tempat bertanya banyak orang" timpalnya lagi.
"Kamu tahu nggak, Urang Siak jaman dulu itu, banyak pula dijemput orang".
Maksudnya gimana Ma? Agam bertanya.
"artinya, semua orang ingin menjadikan anaknya sebagai istri urang Siak itu, karena mereka ingin memiliki keturunan dari Urang Siak".
"oh begitu , jadi banyak yang berminat sama orang siak ya Ma? Agam melanjutkan pertanyaannya.
"Ya , Pastilah, karena siapa yang tidak mau punya menantu Urang siak yang terkenal?
"Tapi , nanti kamu cukup satu istri saja, tak perlu pula kamu banyak Istri" Suara Ama kali ini agak tegas dan kencang.
"lha, kenapa? katanya tadi banyak yang suka? gimana cara menolaknya?, kata Agam
"yaaa. itu kan terserah kamu saja sebenarnya, tapi kamu bisa inap manungkan (pikirkan) dulu sebelum menerima pinangan orang tuanya", dan Punya banyak istri itu ya tidak semudah yang kamu bayangkan".

Agam jelas tidak bisa membayangkan , karena memang dia belum tau, seperti apa pula yang namanya istri dan bagaimana pula ceritanya punya banyak istri, satu saja belum punya dan entah kapan harus memiliki istri.Agam hanya tau bahwa Amanya adalah seorang istri dan juga seorang Ibu bagi dia. 

Sampailah ceritanya suatu saat Agam pergi merantau nun jauh ke Pulau Jawa. di Pulai Jawa banyak ragam dan peristiwa yang ditemukan Agam. Kehidupan di Kampung dan tempat perantaun jelaslah beda. Tradisi dan budaya pasti jelas berbeda. Di Kampung, kehidupan Agam tentu yang dihadapi adalah itu itu saja, budaya dan tradisi tunggal yakni Budaya Minang. Budaya Minang yang telah melekat dan bertahun-tahun dipegang oleh para leluhur. 

Agam, tentu memiliki pendidikan yang sesuai dengan jalur yang diinginkan Oleh Amanya (ibunya). Mulai sejak SD Agam telah mulai ikut pendidikan kader muballgih, tepatnya kaer muballigh cilik. Sekolah ini adanya setiap hari sabtu sampai Minggu. Harapan Orang Tuanya, Agam bisa menjadi pemuda yang nantinya bisa menyuarakan kepentingan agama, berdakwah kemana-mana menyuarakan keberan dan Islam. jenjang selanjutnya adalah masuk Sekolah madrasah yang saat ini familiar kita menyebutnya Pesantren. Sekolah menengah pertama sampai menengah akhir , Agam lalui dengan semangat , walau sempat patah arang , ketika menyambung ke sekolah lain :

"Agam mau sekolah di Padang panjang, Ama"karena sepertinya di sana bagus, ada asrama dan bahasa arab serta bahasa inggris siswanya bagus-bagus, ujarnya ketika sore itu diskusi dengan amanya.
"Lho, kenapa? kenapa harus pindah? lanjut saja di sana, karena sekolahmu yang sekarang ini bagus, Qawaidnya bagus, itu yang lebih penting, bahasa Arab dan Inggris bisa dipejari sambil jalan". Ujar Ama
"Tapi, menurut Agam, pindah adalah pilihan yang tepat, karena ingin pula cari suasana baru".
"janganlah, lebih baik di sana saja, percayalah, ini lebih baik"

ya, akhirnya  Agam kalah argumen dan dengan sedikit patah semangat, tetap menaljutkan sekolah di tempat semula dan berusaha untuk menerima kenyataan . Sampai akhirnya memang banyak kisah yang membuat Agam akhirnya tidak terlalu bersemangat lagi untuk sekolah di situ, karena keinginannya kurang di dukung oleh Ama nya. Tak apa, yang penting layar tetepa terkembang.

"Wah, di sini kayak masuk sarang harimau rasanya" ucap Agam dalam hati. semua  orang keren-keren dan bagus sekali keilmuannya. Bertemu dengan banyak teman yang memiliki latar belakang beraam dari seluruh Indonesia. lengkap di sini, Ada jAwa, Sumatera, Kalimantan dan Papua. 
"jika aku tak sungguh-sungguh, bisa mati wak neh..! ujarnya keras dalam hati.

Dulu, Agam membayangkan, dan selalu tengiang di telinga dan pikiran, bahwa orang minang itu hebat-hebat. Ilmua agamnya bagus-bagus, Qawaidnya lebih bagus dari orang JAwa. Ini sangat melekat sekali dalam pikiran dan keyakinan Agam. Namun, Fakta dia temukan ternyata berbeda, Apanya yang bagus? mananya kuat? tidak juga ternyata. 
Agam menemukan banyak sekali Teman Kampusnya yang memiliki keilmuan yang snagat luar biasa, Semester 1 satu sudah bisa banyak baca kitab, fasih berbahasa inggris dan Arab, Pintar Pula mengi'rab dan pintar pula tawazun. Ahhh....rupanya itu semua hanya mitos belaka dan hanya nostalgia yang yang tak benar adanya. 

Pernah suatu ketika, Kampus di Fakultas Agam mengadakan tes atau ujian pengelompokan belajar Bahasa Arab, benar lah kirany, Agam mampu menembus kelas terbaik. namun sekali lagi, Agam mati kutu dbuatnya, karena temen-teman yang yang ditemukan di kelompok itu, luar biasa sekali kemampuan dan kompetensi bahasa Arabnya. Apa yang terjadi? ya , akhirnya Agam hanya menjadi pengekor dan pendengar yang baik saja , jika sudah masuk kelas ini. Biasanya garang untuk hanya sekedar mengulas kata atau teriak ide dan gagasan tentang suatu masalah, namun di kelas ini, diam adalah pilihan terbaik, karena jauh sekali ketinggalan, Patah Arang jadinya.

namun, hidup tidak hanya sekedar persaingan, akhirnya Agam sadar bahwa , hidup bukan hanya sekedar merasa hebat, hidup bukanlah tentang menjadi Saya Yang terbaik, tapi hidup adalah tentang kebersyukuran dan ketahanan dalam menghadapi semua lika liku perjalan. Akhirnya Agam memutuskan untuk mencari "dunia yang berbeda'. 

Kehidupan berikutnya, Agam lebih banyak aktif di sebuah organisasi ekstra dan sampai suatu ketika memutuskan untuk aktif di organisasi Kampus Intra kampus yang memberikan banyak Lahan untuk mengeksplorasi kemampuan dan hobinya. Berjalannya waktu, akhirnya Agam berusaha melihat dan memeplajari tentang makna "siak, Makna hebat dalam Qawaid dan makna hebat dalam segala hal", bahwa akhirnya manusia itu semua hebat. Semua siak dengan caranya, semua siak dengan ilmu yang dia miliki. 

"Ma, Inilah pilihan hidup Agam , sekarang, Tidak sesuai dengan Apa yang Ama inginkan, tidak sesuai dengan yang Ama harapkan, apakah Ama kecewa? tanyanya. Agam telah siap untuk mendengarkan kembali pituah Ama, pasang kuda-kuda, apa lagi alasan yang harus dia uraikan. Pasti Ama akan kecewa, pasti Ama akan merasa selama ini, buat apa beajar agama sejak Sd sampai Kuliah? buat apa? 

"kamu tau nggak? manusia itu hidup dengan harapannya, namun harapannya akan terwujud seperti apa, itu persoalan lain, tapi kita akan selalu hidup dengan harapan, karena kita manusia wajib berharap, karena berharap itulah kita menjadi hidup, Artinya kita harus selalu optimis , bahwa hidup ini akan kita isi dengan hal yang bermanfaat", Jadi, Agam, kamu mungkin tidak menjadi orang siak seperti yang Ama harapkan, Tapi Mungkin kamu menjadi Siak dengan apa yang kamu miliki dan jalani saat ini", 
"Ama, hanya ingin anak anak Ama paham Agama, sehingga Ama enak untuk mempertanggungjawbakan kelak nanti di akhirat kelak, jika Tuhan bertanya "
"beban Ama sudah selesai, Sekarang kamu ambil tanggungbjawab sendiri, dan hiduplah denganapa yang kami yakini"










 


Comments

Popular posts from this blog

Rak Toko sembako murah

Ukuran Bangunan Minimarket Ideal

Contoh Lay out dan Rencana Anggaran Biaya