Apakah benar Bank Islam itu ada?
Apakah benar Bank Islam itu ada??
Mari kita lihat fenomena yang terjadi sekarang. Umat Islam
berbondong-bondong mencoba untuk mencari alternatif supaya terhindar dari
pembiayaan bank kenvensional. Kenapa? karena sebagian Umat Islam menyadari
bahwa dengan skema Bank Konvensional yang sekarang dianggap sarat dengan unsur
Riba. Nah, sebelumnya kita perlu memehami apa sebenarnya riba itu? Riba dalam
konteks ini sering dikonotasikan dengan bunga. Heberler menuliskan "Teori
bunga telah lama muncul secara lemah dalam ilmu ekonomi, sedangkan penjelasan
dan ketentuan tingkat bunga masih tetap memperlebar jurang ketidaksamaan
pendapat antara pakar ekonomi dari pada cabang-cabang ekonomi lain pada
umumnya".
Banyak teori-teori yang sudah lahir membahas tentang bunga ini. Semua
teori itu akhirnya justru mendatangkan kebingungan. Pada kondisi inilah sebenarnya
mulai kembali trend pembahasan bunga (baca : riba) dan kita harus berfikir kembali mengenai
seluruh persoalan yang menyangkut bunga yang akhirnya bunga inilah yang dekat
dengan "riba".
Melihat dari beberapa kajian yang ada, bahwasanya para ekonom
Islam yang ahli ekonomi Islam juga mengganggap bahwanya sistem bunga ini adalah
sebuah sistem yang tidak berkeadilan, tidak layak dan berdampak pada
kesenjangan ekonomi. yang msikin bertambah miskin dan yang kaya semakin kaya. Dalam
konteks Islam, telah dibuat sebuah garis pisah yang jelas bahwa bunga itulah
adalah riba sedangkan perdagangan tidak riba bahkan dianjurkan. Karena perdagangan
(jual beli) itu mengedepankan aspek keadilan, tidak saling merugikan dan
mengedepankan aspek kejujuran dan kebenaran.
Berikut ulasan ekonom Islam
Maulana Maududi tentang perbedaan pokok antara riba dengan perdagangan, sebagai
berikut :
1, Terdapat distribusi keuntungan yang sama dalam transaksi perdagangan
karena pembeli memperoleh manfaat dari apa yang ia beli sedangkan penjual
memperoleh imbalan dari hasil kerja dan usaha dagangnya dengan pihak pembeli.
Sebaliknya, keuntungan tidak dibagikan secara sepadan antara pihak-pihak yang
melakukan transaksi yang mengandung unsur riba. kaum kapitalis menikmati
keuntungan yang selalu jelas dan pasti;di dalam usahanya mungkin ia memperoleh
keuntungan dan mungkin pula ia mengalami kerugian.
2. Di dalam transaksi komersial dan industri, bagaimanapun
tingginya keuntungan yang mereka peroleh, maka hanya terbatas dan diperoleh
hanya sekali; sedangkan di dalam transaksi riba, kapitalis memperoleh
keuntungan secara terus menerus atas pinjaman pokok yang diberikan dan jumlah
keuntungannya meningkat (atau lamanya) waktu. Di samping itu, tidak ada batasan
terhadap keuntungan yang diperoleh. Mungkin saja keuntungannya jauh melebihi
modal pokok yang dipinjamkan yang mungkin tak pernah dikembalikan, meskipun
seluruh pendapatan dan modal pemimjam telah ditarik seluruhnya ke tangan
kapitalis.
3. Di dalam perdagangan , tawar menawar diakhiri dengan pertukaran
barang (komoditas) dengan suatu harga dan pembeli tidak memperoleh pengembalian
apapun dari penjual. Tetapi dalam riba, setelah pinjaman diberikan, peminjam
masih harus mengembalikan uang yang telah digunakannya kepada kapitalis
ditambah dengan surplus berbentuk bunga.
4. Di dalam perdagangan, industri dan pertanian seseorang bekerja
keras kemudian baru menerima atau memperoleh keuntungan sebagai pertukaran atas
kerja dan usahanya, sedangkan di dalam transaksi riba , kapitalis yang hanya
sekedar memberikan kelebihan hartanya, membagikan sebagian kelebihannya itu
kepada orang lain tanpa adanya kerja dari pihaknya. kemudian ia memperoleh
bagainnya tanpa mempedulikan keuntungan atau kerugian.
Melihat konklusi dari Maulana Maududi di atas jelas sekali bagi
kita bahwa yang benar-benar sesuai konsepnya dalam Islam adalah perdagangan.
Karena dengan konsep perdagangan sangat jelas, bahwa yang diusung adalah konsep
berkeadilan, keterbukaan, suma sama suka dan keseimbangan antara penjual dan
pembeli.
Bank Islam di Indonesia
Bagaimana dengan konsep bank "syariah" yang marak
sekarang di Indonesia.
secara eksplisit kelahiran perbankan syarih ditandai dengan
lahirnya Undang-undang No, 7 tahun 1992 tentang perbankan yang memperkenankan
bank untuk melakukan usahanya berdasarkan pada "prinsip hasil" .Dalam
konteks ini Undang-undang tersebut menggunakan penamaan bank berdasarkan "prinsip
bagi hasil" untuk menyebut bank Islam (Islamic Bank). Setelah lahirnya
Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7
tahun 1992 tentang perbankan, Bank Islam tidak lagi dinamakan bank berdasarkan
"prinsip bagi hasil, tetapi dengan nama baru yakni " Bank berdasarkan
Prinsip Syari'ah". Selanjutnya , dalam Undang-undang baru tersebut
dikatakan bahwa bank sekaligus dapat menjalankan pola pembiayaan dan kegiatan
lain berdasarkan prinsip syari'ah. Bank Muamalat Indonesia, Bank Syari'ah
mandiri merupakan bank milik pemerintah pertama yang berlandaskan
operasionalnya pada syari'ah.
Pada prinsipnya Bank
Syariah dengan Bank Konvensional memiliki persamaan, khususnya dalam
hal teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi, maupun lainnya
seperti NPWP, laporan keuangan dan sebagainya. Sementara perbedaannya terletak
pada aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan
kerja (Antonio Syafi’i, 2001: 29). Tentu saja selain bunga riba yang memang
diharamkan dalam Islam, dengan komposisi ‘’bagi hasil’’ keadilan menjadi
prinsip peruntungan bagi pihak bank maupun nasabah. Lebih lanjut, Antonio
mengatakan bahwa akad yang dilakukan memiliki konsekuensi dunia dan akhirat,
karena dilakukan berdasarkan hukum Islam. Hal lain yang berbeda dengan bank
konvensional, jika terdapat perselisihan antara bank dengan nasabah pada
perbankan Syariah, kedua belah pihak tidak menyelesaikan masalahnya di
pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum
materi Syariah. Lembaga ini dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung
Republik Indonesia.
Asas-Asas Syariah
Seperti dijelaskan
diatas, hukum Islam atau asas-asas syariah menjadi acuan baku bank
syariah dalam melakukan berbagai aktifitasnya. Asas-asas dalam
perjanjian Syariah berpengaruh pada status akad. Ketika asas ini tidak
dipenuhi maka akan mengakibatkan batal atau tidak sahnya perikatan/perjanjian
yang dibuat.. Asas-asas perjanjian Syariah tersebut bisa dijelaskan sebagai
berikut
a. Al-Hurriyah(kebebasan)
merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian Islam artinya pihak yang
melakukan akad mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian (fredoom of making
contract) baik mengenai obyek perjanjian. Adanya pemaksaan bagi pihakpihak yang
melakukan perjanjian, maka legalitas perjanjian yang dilakukan bisa dianggap
meragukan bahkan tidak sah.
b. Al-Musawah
(persamaan dan kesetaraan) yang memberikan landasan bahwa kedua belah pihak
yang melakukan perjanjian mempunyai kedudukan yang sama sehingga pada saat
menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan atau
kesetaraan.
c. Al-Adalah (keadilan)
dalam operasionalnya, para pihak yang melakukan akad dituntut untuk berlaku
benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi semua perjanjian yang
mereka buat. Keadilan adalah salah satu sifat Tuhan dan Al-Qur'an menekankan
agar manusia menjadikannya sebagai ideal moral, bahkan Al-Qur'an menempatkan
keadilan lebih dekat kepada takwa.
d. Al-Ridha (kerelaan)
yaitu segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara penjual
(bank) dan pembeli (konsumen), jika dalam tranksaksi tidak dipenuhi asas ini,
maka sama artinya dengan memakan sesuatu dengan cara yang batil. Jadi asas ini
mengharuskan tidak adanya paksaan dalam proses tranksaksi dari pihak manapun.
e.Ash-Shidq (kejujuran
dan kebenaran) merupakan nilai etika dalam Islam. Nilai kebenaran memberikan
pengaruh pada pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk tidak berdusta,
menipu dan melakukan pemalsuan.
f. Al-Kitabah (tertulis)
yaitu akad yang dibuat oleh pihak-pihak harus dilakukan dengan melakukan
Kitabah (penulisan perjanjian, terutama tranksaksi dalam bentuk kredit, juga
diperlukan saksi-saksi) dan prinsip tanggung jawab individu.
Skema Syariah
Skema syariah yang ada
sekarang adahalah sebagai berikut :
Mudharabah
Mudharabah adalah
perjanjian pembiayaan usaha bersama dimana bank sebagai penyedia modal
sedangkan nasabah menjadi pengelola dana, dimana keuntungan dan kerugian dibagi
menurut kesepakatan di muka dengan sistem bagi hasil . Jika pihak bank
memberikan kewenangan penuh kepada nasabah dalam menentukan jenis dan tempat
investasi maka skema ini disebut Mudharabah Muthlaqah. Sebaliknya
jika bank memberikan kewenangan secara terbatas kepada nasabah adalah Mudharabah
Muqayyadah.
Musyarakah
Musyarakah adalah
perjanjian pembiayaan, dimana Bank dan nasabah secara bersama membiayai suatu
usaha atau proyek yang juga dikelola secara bersama atas prinsip bagi
hasil. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat
berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship),
kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment)
, atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang.
Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah
transaksi jual-beli di mana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan
baku/modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh
nasabah sebesar harga jual (harga beli bank + margin keuntungan) pada waktu
yang telah ditentukan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah
akad sedangkan pembayaran dilakukan secara cicilan. Skema ini yang selama ini
familiar di tengah masyarakat.
Ijarah
Transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsipijarah sama
saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja
menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan
syariah dikenal ijarah wa iqtina (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian. Misalkan jika pihak bank ingin menyewakan satu unit kantor sebagai
tempat usaha, maka diakhir masa sewa pihak bank boleh melanjutkan akad sewa
atau menjualnya kepada nasabah. Skema ini belum terlalu memasyarakat, karena
mestinya kebutuhan untuk kantor bagi para pelaku usaha merupakan hal yang
sangat strategis dan dibutuhkan.
Wadiah
Wadi’ah ini merupakan titipan barang/harta yang dititipkan oleh
pihak pertama (nasabah) kepada pihak lain (bank) untuk memelihara barang/harta
tersebut dan pihak lain (bank) dapat memanfaatkan dengan seizin pemiliknya dan
menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si
pemilik menghendaki. Konsekuensinya jika uang itu dikelola pihak lain (bank)
dan mendapat keuntungan, maka seluruh keuntungan menjadi milik pihak lain (bank)
dan bank boleh memberikan bonus atau hadiah pada pihak pertama (nasabah) dengan
dasar tidak ada perjanjian sebelumnya. Aplikasinya di perbankan yaitu :
tabungan dan giro tidak berjangka.
Fenomena yang terjadi di Indonesia ini merupakan bagian dari
kegelisahan dan hasil kajian yang mendalam dari kalangan Islam.Menurut Afzalur
Rahman dalam Buku doktrin Islam, Kalangan Islam harus kembali mengkaji :
1. Perbankan meoderen merupakan salah satu faktor yang dapat
membantu masyarakat memperoleh kemajuan dalam ekonomi.
2. mengambil aspek-aspek organisasi perbankan moderen , dengan
mengambil yang baik dan meninggalkan yang merugikan masyarakat.
3. mengorganisaksikan suatu sistem perbankan bebas bunga
sehingga dapat menjalankan fungsinya secara wajar dalam bidang industri dan
teknologi di jaman moderen.
Jelaslah di sini bahwa sebenarnya pada masa Islam, tidak ada yang
namanya Bank Islam, karena di masa itu yang berlaku adalah perdagangan baik
barang dengan uang maupun barter antara barang dengan barang yang setara
nilainya. lahirnya Bank yang didirikan oleh kalangan Islam merupakan sebuah
jawaban dari kegilasahan-kegelisahan sistem konvensional berbasis bunga yang
berdampak pada kerugian masyarakat, keuntungan sepihak kaum kapitalis. Prinsip
dasarnya lahirnya Bank Islam adalah, terciptanya keadilan, kesetaraan,
kesejahteraan, menyentuh kebutuhan fakir miskin, produktifitas yang saling
menguntungkan antara pihak yang memberikan modal dan pengelola.
Epilog
kita sepakat bahwa kita adalah bagian dari Umat yang ingin
menjawab kegelisahan yang terjadi selama ini, tidak hanya dikalangan Islam
namun juga dunia barat. Sistem perbankan yang dibangun selama ini telah gagal
menciptakan kesetaran, keadilan dan bahkan menampilkan ketimpangan yang cukup
nyata. Kita berharap. lahir sebuah institusi Bank islam yang mampu menjawab
semua ini dengan sistem yang mengedepankan keadilan masyarakat, pemberdayaan
masyarakat, kesetaraan , keterbukaan, kejujuran dan saling membantu. Melihat
adanya fenomena lahirnya bank "syari'ah" yang didirikan oleh
pemerintah Indonesia dan swasta, sampai saat ini kita belum melihat sentuhan
yang merata terhadap kebutuhan masyarakat. Kalangan islam masih belum melek
dengan sistem "syari'ah" yang di usung, apalagi selama ini aqad yang
selalu ditonjolkan adalah pada aspek murabah dan ijarah. Akad ini berjalan
dengan kesepakatan dua belah pihak dengan nisbah yang terkadang nisbahnya
melebihi dari "bunga' bank konvensional. Hal inilah yang terkadang masih
membuat kalangan islam belum sepenuh hati mendukung program perbankan Islam.
Belum lagi, selama ini bank Syari'ah yang menjadi pionir di Indonesia terkesan
ekslusif dan terbatas layanannya. Hal ini terbukti, masyarakat tidak begitu
familiar dengan bank tersebut. Masyarakat lebih kenal Bank Konvensional yang
sudah bertahun-tahun dilayani bahkan diberikan kemudahan-kemudahan dalam
aksesnya.
Selama, fungsi dan tujuan yang diharapkan ini belum bisa
mengakomodasi semua kepentingan kalangan Islam, saya pikir di situlah kita
perlu bertanya apakah Bank Islam itu ada??, Apakah Bank Islam ini efektif?
Apakah Bank Islam ini sudah menjawab kebutuhan masyarakat semua lini? Faktanya
sampai saat ini kita tentu tidak boleh munafik...Kalangan Islam di Indonesia
masih nyaman menggunakan Bank Konvensional, baik dalam hal menabung,
menggunakan jasa layanan teknologi dan juga layanan pinjaman??
so what??apakah Bank Islam itu ada di tengah-tengah kita
saat ini?
wallahu A'lam Bis shawab.
Comments
Post a Comment